ANALISIS PERILAKU MAHASISWA DALAM KONSUMSI JUNK FOOD
Picture by keyshone.com |
A.
Pendahuluan
Saat ini terjadi
pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi atau menular ke non-communicable
disease. Penyakit non-communicable disease merupakan penyakit tidak menular
yang terjadi secara kronis, seperti diabetes mellitus tipe 2, hipertensi,
stroke, penyakit jantung, kanker, dan lainnya. Berdasarkan data WHO, dari 57
juta kematian di dunia, 33,5 juta kematian disebabkan oleh penyakit tidak
menular. Namun di Indonesia, prevalensi dan insidensi penyakit menular masih
tinggi dan dalam waktu bersamaan prevalensi penyakit tidak menular semakin
meningkat (Depkes, 2011). Penyakit tidak menular dahulu hanya diderita oleh orang
yang sudah tua usianya, sehingga dikenal sebagai penyakit degeneratif. Namun
saat ini, penyakit tidak menular dapat menyerang siapa saja. Penyebab utama
dari meningkatnya kejadian penyakit tidak menular yaitu pola hidup yang tidak
sehat seperti kurang aktivitas fisik, pola makan tidak sehat, kebiasaan
mengkonsumsi alkohol dan merokok, tekanan fisik dan psikologis, serta
pencemaran lingkungan.
Seiring globalisasi dan
perkembangan teknologi informasi, pola makan masyarakat berubah mengikuti tren
makanan barat yaitu cepat saji atau fast food dan junk food yang tidak sehat
karena mengandung tinggi kalori, tinggi lemak, rendah serat dan rendah zat gizi
mikro (Junaidi dan Noviyanda, 2016). Hal ini didukung oleh semakin menjamurnya
gerai-gerai makanan siap saji diberbagai kota terutama kota besar, yang umumnya
menyasar kaum muda. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Health Education Authority, usia
15-34 tahun adalah konsumen terbanyak yang memilih menu fast food. Berdasarkan Dingman dkk. (2014), orang dewasa muda yang berusia 20-39 mengkonsumsi lebih banyak junk food dibandingkan populasi yang berusia lebih tua. Secara umum, Indonesia
termasuk ke dalam negara ke 10 yang banyak mengonsumsi makanan junk food dan fast food (Damapolii dkk, 2013). Oleh karena itu akan dibahas
faktor penyebab perilaku konsumsi junk food pada kaum muda terutama mahasiswa.
B.
Pembahasan
Junk food merujuk pada fast
food yang merupakan makanan yang mudah dibuat dan mudah dikonsumsi, namun
memiliki nilai gizi yang sangat rendah, sering disebut HFSS (High fat, sugar, or salt) (Bhaskar, 2012). Sedangkan
berdasarkan Almatsier (2011), fast food adalah jenis makanan yang mudah dan
praktis disajikan, umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan
teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan
memberikan cita rasa bagi produk tersebut. Junk food atau fast food dianggap
sebagai tempat makan
yang menawarkan
layanan drive-thru dan
menyajikan makanan
dengan cepat (Abraham dkk., 2018).
Pola makan masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi
sosio ekonomi, budaya, lingkungan fisik, faktor demografi dan psikografi (Sadi,
2002). Konsumsi junk food atau fast food saat ini menjadi pilihan makanan yang
praktis dilingkungan perkotaan (Hanson, 2002). Hal tersebut diakibatkan oleh
kondisi saat ini seperti keterbatasan waktu yang berkaitan dengan jam kerja
yang tinggi, kemajuan teknologi, meningkatnya urbanisasi, meningkatnya
partisipasi wanita dalam pekerjaan, dan kebiasaan tinggal sendiri di perkotaan
yang mempengaruhi kehidupan social dan ekonomi, dimana meningkatkan permintaan
terhadap fast food (Akbay dkk., 2007)
Konsumsi junk food yang
rendah nutrisi ini menjadi tren populer terutama pada anak-anak dan kaum muda.
Peningkatan konsumsi fast food dapat berefek pada kesehatan karena sangat
berkaitan dengan diet tinggi kalori, lemak jenuh, gula, dan sodium, yang dapat mengakibatkan
obesitas, penyakit jantung, diabetes, stroke, dan kanker (Dingman dkk., 2014). berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Health
Education Authority, usia 15-34 tahun adalah konsumen terbanyak yang
memilih menu fast food. Masih
dari penelitian yang sama, 23% makanan siswa merupakan junk food atau fast
food, dan 50% siswa mengkonsumsi fast food minimal 3 kali dalam seminggu. Berdasarkan
penelitian Bahadoran dkk. (2013), diketahui bahwa level sindrom metabolic
(MetS) pada dewasa muda yang berusia dibawah 30 tahun lebih tinggi, memiliki
lingkar pinggang lebih besar, dan jarang mengkonsumsi gandum/padi-padian, sayur
dan buah. Dalam hal ini, mahasiswa termasuk kategori dewasa muda yang berusia
18-25 tahun, yang terdaftar dan menjalani pendidikannnya di perguruan tinggi
(Yusuf, 2012).
Pemilihan makanan junk
food pada mahasiswa dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berdasarkan Abraham dkk.
(2018), faktor-faktor yang berkontribusi terhadap tingginya konsumsi fast food
pada mahasiswa yaitu kemudahan akses fast food, jadwal harian yang padat,
tekanan pengumpulan tugas, waktu terbatas dan aspek social dari mengkonsumsi
fast food bersama teman. Sedangkan berdasarkan Onurlubas dan Yilmaz (2013), fast
food dipilih oleh mahasiswa terkait dengan alasan kesesuaian harga produk
dengan kualitas, kenyamanan dan aksesibilitas, pelayanan produk, dan
keterbatasan waktu.
Dari hasil penelitian Onurlubas dan
Yilmaz (2013), pemilihan fast food oleh mahasiswa karena kesesuaian harga
produk dengan kualitas , termasuk kebersihan atau hygiene dari makanan. Selain
itu, preferensi ini berhubungan dengan kenyamanan dan aksesibilitas, seperti ketersediaan
tempat untuk parkir mobil, tata ruang dan dekorasi yang menarik, atmosfer yang nyaman, kualitas
makanan, kecepatan layanan, variasi menu dan ketersediaan produk khusus di restoran penyedia fast food. Pemilihan
fast food juga terkait kesesuaian rasa makanan dengan kesukaan mahasiswa serta
pelayanan yang menyenangkan
dari restoran fast food. Keterbatasan waktu yang dimiliki
mahasiswa juga turut berpengaruh, sehingga mereka lebih memilih fast food
karena hemat waktu dalam penyajian serta mudah, praktis dan cepat dikonsumsi.
Faktor lainnya yaitu pengetahuan dan kesadaran akan
kesehatan, pengaruh teman, dan tempat tinggal mahasiswa. Mahasiswa berusia 19-29 tahun yang tidak memiliki rencana makan lebih banyak mengonsumsi makan makanan cepat saji dan berakibat obesitas dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki rencana makan (Heidal dkk., 2012). Para mahasiswa peserta penelitian ini sadar dan sangat setuju bahwa mengkonsumsi fast food dalam jumlah banyak akan berkontribusi terhadap terjadinya obesitas. Mereka juga menyadari tingginya kalori yang mereka konsumsi dari junk food. Namun, kebiasaan mereka tidak sesuai dengan pengetahuan mereka, dibuktikan oleh penelitian Abraham
dkk. (2018) bahwa 97,4% mahasiswa tetap mengkonsumsi fast food meskipun mereka
mengetahui dampak buruknya.
Pergaulan atau teman juga berpengaruh terhadap konsumsi junk
food. Berdasarkan Abraham dkk. (2018), mahasiswa akan pergi ke restoran
penyedia fast food ketika “nongkrong” bersama teman-temannya, yang umumnya
dilakukan pada malam hari. Mereka tidak terlalu memperhatikan jumlah kalori yang dikonsumsi dari fast food ketika mereka bersosialisasi dengan teman-temannya. Selain itu, tempat tinggal turut
berpengaruh terhadap perilaku konsumsi junk food. Berdasarkan penelitian
Mardiyati (2017), jumlah mahasiswa yang mengkonsumsi fast
food sebanyak 92,9% bertempat tinggal di kos, sedangkan yang tinggal di rumah
sebesar 7,1%. Alasan memilih untuk mengonsumsi fast food pada mahasiswa yang tinggal di kos yaitu cepat, praktis dan kenyang
lebih lama.
Perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor stimulus yang diterima,
baik internal maupun eksternal. Faktor stimulus internal antara faktor biologis
dan psikologis seseorang, sedangkan faktor eksternal antara lain faktor
lingkungan sosial, dan media massa. Dari penjabaran
faktor-faktor diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar penyebab mahasiswa
sering mengkonsumsi junk food yaitu karena faktor lingkungan dan juga faktor
diri sendiri. Hal ini sesuai dengan Social Learning Theory yang diperkenalkan
oleh Albert Bandura, yang mengasumsikan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh
dua faktor utama yaitu faktor personal atau dari individu yang meliputi
pengetahuan, ekspektasi dan attitude, dan faktor lingkungan yang meliputi norma
social, akses di komunitas, dan pengaruh dari orang lain (Nabavi, 2012).
Dalam kasus ini, faktor
lingkungan tersebut meliputi keterbatasan waktu karena kegiatan perkuliahan,
kemudahan akses junk food baik dari segi lokasi maupun harga dan kenyamanan,
serta pengaruh pergaulan atau teman. Sedangkan faktor dari individu yaitu
kurangnya kesadaran dalam hal dampak buruk mengkonsumsi junk food. Dijelaskan
bahwa mahasiswa memiliki pengetahuan yang cukup mengenai akibat buruk konsumsi
junk food terhadap kesehatan, namun pengetahuan mereka tidak disertai kesadaran
untuk merubah perilaku tersebut. Hal ini diperparah dengan faktor lingkungan
yang mendukung, sehingga mahasiswa tetap cenderung untuk mengkonsumsi junk food.
Sesuai dengan pernyataan Hayden (2014) bahwa
pengetahuan, usia, dan pengalaman masa lalu mempengaruhi persepsi mengenai
kondisi kesehatan sehingga berdampak pada gaya hidup seseorang, terutama yang
berkaitan dengan manajemen kesehatan diri. Jika sesorang merasa terancam atau
beresiko mengalami penyakit baik di masa sekarang ataupun masa depan, ia akan
melakukan tindakan pencegahan, begitu pula sebaliknya, jika tidak merasa
terancam, maka akan cenderung melanjutkan perilaku tidak sehat.
C.
Kesimpulan
1. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
tingginya konsumsi fast food pada mahasiswa yaitu faktor lingkungan yang
meliputi meliputi keterbatasan waktu karena kegiatan perkuliahan, kemudahan
akses junk food baik dari segi lokasi maupun harga dan kenyamanan, serta
pengaruh pergaulan atau teman, sedangkan faktor dari individu yaitu kurangnya
kesadaran dalam hal dampak buruk mengkonsumsi junk food, walaupun sudah
memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hal tersebut
2. Perlu peran dan dukungan keluarga,
komunitas dan pemerintah untuk memberikan dukungan dan arahan pada generasi
muda terutama mahasiswa agar lebih memahami terkait gizi dan kesehatan mereka
sehingga perilaku berubah menjadi cenderung memilih makanan yang sehat dan
menghindari junk food, dengan harapan dapat meningkatkan status kesehatan
masyarakat secara umum.
D.
Daftar
Pustaka
Abraham, S., Manuel M, Gabriela S, dan Jessica S. 2018. College student’s
perception of risk factors related to fast food consumption and their eating
habits. Journal of
Nutrition and Human Health 2018 Volume 2 Issue 1
Akbay, C., Tiryaki,
G. Y. and Gul, A. 2007. Consumer characteristics influencing fast food
consumption in Turkey. Food Control 18:904–913.
Almatsier, S. 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia
Almatsier, S. 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia
Bahadoran Z, Mirmiran
P, Hosseini E. 2013. Fast food consumption and the risk of metabolic syndrome
after 3 years of follow-up: Tehran lipid and glucose study. European Journal of
Clinical Nutrition ;67:1303-09
Bhaskar, Rajveer.
2012. Junk Food: Impact on Health. Journal
of Drug Delivery and Therapeutics. 2. 10.22270/jddt.v2i3.132.
Damopolii, W.,
Mayulu, N., dan Gresty, M. 2013. Hubungan Konsumsi Fast Food dengan Kejadian
Obesitas pada Anak SD di Kota Manado. Ejournal
keperawatan. 1(1): 1-7
Depkes. 2011. Penyakit
Tidak Menular Penyebab Kematian Terbanyak di Indonesia. Diakses dari http://www.depkes.go.id/article/view/1637/penyakit-tidak-menular-ptm-penyebab-kematian-terbanyak-di-indonesia.html
Dingman D, Schulz M,
Wyrick D. 2014. Factors related to the number of fast food meals obtained by
college meal plan students. J Am Coll
Health;62:562-69.
Hanson, R. 2002. Turkey HRI Food Service Sector Report 2002.
USDA Foreign Agricultural Service Gain Report#TU2012. Available from www.
fas.usda.gov.
Hayden,
J., 2014. Introduction to Health Behaviour Theory 2nd ed., New Jersey:
Johes & Bartlett
Heidal K, Colby S,
Mirabella G, et al. Cost And Calorie Analysis Of Fast Food Consumption In
College Students. Journal of Food and
Nutrition Science. 2012;3:942-46.
Junaidi dan Noviyandi. 2016. Kebiasaan Konsumsi Fat Food terhadap Obesitas pada Anak Sekolah Dasar Banda Aceh. Aceh Nutrition Journal, November 2016; 1(2):78-82
Junaidi dan Noviyandi. 2016. Kebiasaan Konsumsi Fat Food terhadap Obesitas pada Anak Sekolah Dasar Banda Aceh. Aceh Nutrition Journal, November 2016; 1(2):78-82
Mardiyati. 2017. Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Cepat
Saji (Fast Food) denganTempat Tinggal Pada Mahasiswa FIK dan FT Universitas
Muhamammadiyah Surakarta. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/322076714
Nabavi, R. 2012. Bandura’s Social Learning Theory and Social
Cognitive Learning Theory. Diakses dari https://www.researchgate.net/publication/267750204
Onurlubaş, E., dan Yılmaz, N. 2013.
Journal of
Food, Agriculture & Environment Vol.11 (3& 4 ) : 1 2 - 1 4 2 0 1 3
Sadi, M. A. 2002.
Restaurant patronage and the ethnic groups in Singapore: An exploratory
investigation using Barker’s model. Journal
of Foodservice Business Research 5(1):79-99.
Yusuf, Syamsu. 2012. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Komentar
Posting Komentar